Powered By Blogger

Senin, 19 Desember 2011

Paper Kemiskinan Mawapres

Penyusun : Andrew Thel Aviv.A
Abstrak
              Perbedaan karakteristik wilayah mempengaruhi perbedaan karakteristik kemiskinan, sehingga selanjutnya perlu direspon oleh kebijakan penanganan kemiskinan yang sesuai dengan kebutuhan  masyarakat miskin pada masing-masing wilayah. Berbagai program pengentasan kemiskinan telah  dilakukan namun dalam perkembangannya, tingkat kemiskinan di Kota Semarang masih cenderung  meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kemiskinan dan respon kebijakan  penanganan kemiskinan perkotaan dalam perkembangan Kota Semarang. Kemudian dapat diketahui  kesesuaian respon kebijakan tersebut terhadap karakteristik kemiskinan yang terjadi.
            Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa respon kebijakan penanganan kemiskinan  di Kota Semarang belum sesuai dengan karakteristik kemiskinan yang terjadi pada masing-masing  wilayah. Hal ini ditunjukkan tidak semua karakteristik kemiskinan yang terjadi di Kota Semarang sudah  direspon oleh kebijakan penanganan kemiskinan. Lebih lanjut, karakteristik kemiskinan yang  digambarkan oleh keterbatasan pendidikan dan keterampilan belum banyak direspon oleh kebijakan  penanganan kemiskinan yang dibutuhkan. Respon kebijakan penanganan kemiskinan yang paling  dibutuhkan oleh penduduk miskin di Kota Semarang adalah pemberdayaan untuk kemandirian dan  keberlanjutan ekonomi bagi mereka. Namun, secara garis besar program yang dilakukan oleh pemerintah Kota Semarang belum begitu maksimal penanganannya.
Kata kunci : kemiskinan, karakteristik, respon kebijakan

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG

            Kemiskinan sesungguhnya telah menjadi masalah dunia sejak berabad-abad lalu, Namun realitasnya hingga kini kemiskinan masih menjadi bagian dari permasalahan  terberat dan paling krusial di dunia ini. Teknologi boleh semakin maju dan berkembang hingga negara-negara yang merdekapun semakin banyak, dan negara-negara kaya boleh saja semakin menjadi kaya dan kian bertambah. Namun sejalan dengan itu jumlah orang miskin belum mampu dan tak kunjung berkurang, Sampai saat inipun kemiskinan telah bertransformasi menjadi wajah teror yang masih menghantui setiap negara di dunia, terkhusus adalah pemerintah Kota Semarang yang sampai saat ini masih mencari solusi untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
            Tingginya angka kemiskinan Kota Semarang sejumlah 111.558 KK, 395.009 jiwa atau 26,41 % ( Keputusan walikota Semarang Nomor 410/370 tahun 2010 tentang Penetapan Warga Miskin Kota Semarang Tahun 2010 ) dari data tersebut maka hal ini menjadi perhatian penting terkhusus bagi Pemerintah Kota Semarang.
            Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang perlu diatasi dengan melibatkan peran serta banyak pihak, termasuk kalangan baik dari pihak swasta, pelaku usaha, Perguruan Tinggi, LSM dan Masyarkat. Dari sekian banyak program pengentasan kemiskinan, kukan dilpendekatan sosial enterpreneurship yang bertumpu pada semangat kewirausahaan untuk tujuan perubahan sosial diharapkan mampu setidaknya mengurangi angka kemiskinan per-tahunnya. Untuk itu juga perlu pengembangan strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan tepat guna sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, dan potensi warga miskin di Kota Semarang. Serta harus ada upaya dari pemerintah mengenai penanganan terpadu dan berkelanjutan.
             Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan secara terpadu dan diharapkan sinergitas antara pemerintah kota, Dunia usaha, Perguruan tinggi, dan Masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan warga miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, serta pemberdayaan usaha ekonomi mikro dengan pendekatan sosial secara kewirausahaan enterpreneurship dan diperlukan pula pengembangan strategi penanganan kemiskinan sesuia dengan profil warga miskin.

1.2 PERUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis mengangkat masalah tentang bagaimana kemiskinan di Kota semarang yang belum tertangani hingga saat ini sudah banyak program telah dilaksanakan termasuk salah satunya program  gerakan terpadu penanggulangan kemiskinan dibidang Kesehatan, Ekonomi , Pendidikan, Infrastruktur, Lingkungan, yang disebut Program gerdu Kempling oleh Pemerintah maupun pihak yang terkait lainnya.
            Berdasarkan presentase kemiskinan di Kota Semarang berdasarkan keputusan Walikota Semarang Nomor 410/370 tahun 2010 Tentang Penetapan Warga Miskin kota Semarang Tahun 2010. Jumlah warga miskin di Kota Semarang tahun 20101 ditetapkan sebesar 111.558 KK, 390.009 Jiwa, yang tersebar di 16 Wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan, terdiri dari :
a)      Penduduk Rawan Miskin sejumlah 77.611 KK ( 277.385 jiwa )
b)      Penduduk Miskin sejumlah 33.890 KK ( 120.422 jiwa )
c)      Penduduk Sangat Miskin sejumlah 57 KK ( 202 jiwa )
            Hal ini mencerminkan bahwa tingkat keberhasilan dari program-program yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini masih kurang maksimal secara menyeluruh meskipun itu telah mengurangi presentase angka kemiskinan pertahun nantinya. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
“Apa yang menjadi dasar dalam pengentasan kemiskinan yang belum maksimal dicapai oleh Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota Semarang”.

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
            Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah menjelaskan bagaimana kemiskinan di Kota Semarang agar lebih memaksimalkan peran antara pemerintah serta pihak instansi terkait baik dari Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi swasta, Lembaga swadaya Masyarakat, Perbankan, BUMN, Tokoh Masyarakat, dan Para Konglomerat / Pengusaha.
            Sedangkan manfaat yang akan dicapai  adalah dapat menjadi solusi yang tepat dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang khususnya dalam bidang program pemerintah pada masa yang akan datang, tidak ada kata terlambat dalam memerangi kemiskinan ini guna mencapai masyarakat yang sejahtera adil dan makmur sesuai dengan amanah konstitusi negara Republik Indonesia.
            Adapun gagasan dari penulis menawarkan dalam menyusun sebuah program penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang sebaiknya terus menggandeng instansi baik swasta maupun negeri untuk mengurangi kemiskinan di Kota Semarang dengan beberapa pihak terkait. Salah satu programnya adalah bantuan ekonomi produktif bagi masyarakat miskin yang terlebih dahulu mengikuti pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan oleh dinas yang mempunyai keahlian dalam bidang tersebut agar dalam persaingan yang global ini dapat bersaing secara kompetitif dengan pengusaha yang lain yang telah lama memulai usaha. Hal ini tentunya tidak lepas dari minat dan potensi masyrakat Kota Semarang, karena walaupun program tersebut dilaksanakan namun semua kembali pada individu masing-masing dalam menjalankan program tersebut. Karena keberhasilan dari sebuah program adalah terwujudnya masyarakat yang sudah maju dan mandiri serta tidak bergantung lagi pada Pemerintah maupun pihak yang terkait.

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Makna Kebudayaan Kemiskinan

            Istilah Kebudayaan Kemiskinan untuk pertama kalinya dikemukakakn oleh seorang Antropolog Amerika, Oscar Lewis dalam Suparlan (1984). Kebudayaan dalam pengertian Oscar Lewis mencakup apa yang diyakini ( nilai-nilai ), respons dalam tindakan ( sikap ), dan abstraksi-abstraksi dari kelakuan ( pola-pola kelakuan ). Tiga kategori ini sebenarnya digolongkan sebagai/ dalam sebuah kategori budaya. Karena masing-masing kategori tersebut dengan unsur-unsurnya terkategorisasi saecara bertingkat-tingkat menurut ciri-cirinya.
            Kebudayaan kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian dan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka dalam masyarakat yang berstata kelas, sangat individualistis berciri kapitalisme. Sehingga yang mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki kebudayaan miskin adalah kelompok masyarakat yang berststa rendah, Mengalami perubahan sosial yang drastis yang ditunjukan oleh ciri-ciri :
1.      Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin kedalam lembaga-lembaga utama masarakat, yang berakibat munculnya rasa ketakutan, kecurigan tinggi, apatis dan perpecahan ;
2.      Pada tingkat komunitas local secara fisik di temui   rumah- rumah dan pemukiman kumuh, penuh sesak, bergerombol, dan rendahnya tingkat organisasi diluar keluarga inti dan keluarga luas;
3.      Pada tingkat keluarga ditandai oleh masa kanak-kanak yang  singkat  dan kurang pengasuhan oleh orang tua, cepat dewasa, atau perkawinan usia dini, tingginya angka perpisahan keluarga, dan kecenderungan terbentuknya keluarga matrilineal dan dominannya  peran sanak keluarga ibu pada anak-anaknya;
4.      Pada tingkat individu dengan ciri yang menonjol adalah kuatnya perasaan tidak berharga, tidak berdaya, ketergantungan yang tinggi dan rasa rendah diri;
5.      Tingginya (rasa) tingkat kesengsaraan, karena beratnya penderitaan ibu,lemahnya struktur pribadi, kurangnya kendali diri dan dorongan nafsu, kuatnya orientasi masa kini, dan kekurang sabaran dalam hal menunda keinganan dan rencana masa depan, perasaan pasrah/tidak berguna, tingginya anggapan terhadap keunggulan lelaki, dan berbagai jenis penyakit kejiwaan lainnya;
6.      . Kebudayaan kemiskinan juga membentuk orientasi yang sempit dari kelompoknya, mereka hanya mengetahui kesulitan - kesulitan, kondisi setempat, lingkungan tetangga dan cara hidup mereka sendiri saja, tidak adanya kesadaran kelas walau mereka sangat sensitif terhadap perbedaan-perbedaan status;
            Dengan enam ciri diatas tersebut sebenarnya sudah dapat diidentifikasi kelompok masyarakat mana yang termasuk dalam kategori masyarakat dengan kebudayaan kemiskinan. Mungkin pula ciri-ciri tersebut memang lebih banyak dapat dilihat pada ciri masyarakat perkotaan.
2.3 Mengukur Kemiskinan
            Kemiskinan bisa dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu Kemiskinan absolut, Kemiskinan relatif, dan Kemiskinan Kultural. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standart yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
            Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
        Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia berkembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang diannggap miskin. Untuk menhindari hal tersebut, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
2.4 Penyebab Kemiskinan
            Menganalisa faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah sesuatu yang komplek. Mulai dari faktor sumberdaya manusianya, kondisi alam dan geografis, kondisi sosial budaya, sampai hingga kepada sistem ekonomi dan politik yang meyebabkan timpang atau tidak meratanya distribusi pendapatan. Kerapkali faktor-faktor tersebut saling satu sama lain berinteraksi dan tumpang tindih. Faktor-faktor rendanhnya mutu sunber manusia, Kondisi alam dan geografis, Serta kondisi sosial-budaya berkaitan dengan tingkat keterbelakangan ( underdevelopment ) suatu masyarakat yang pada dasarnya dapat diperbaiki. Namun ada pula faktor kondisi alam dan geografis yang tidak dapat lagi tertanggulangi sehingga menyebabkan kemiskinan Absolut yang menetap sifatnya.
            Tapi banyak ahli yang meyakini bahwa faktor dominan penyebab kemiskinan adalah ketidak-adilan ekonomi, sosial ataupun politik yang mengakibatkan apa yang disebut Kemiskinan struktural ( Struktural Proverty ), baik pada tatanan negara maupun internasional. Fenomena Kemiskinan Struktural dapat dijelaskan sebagai berikut salah satu contohnya :
·         Bias Kota ( Urban Bias )
            Pada banyak negara berkembang dianut faham modernisasi dalam pembangunannya. Salah satu kelemahan faham modernisasi ini adalah tidak dapat dihindarkannya perencananaan pembangunan yang terpusat ( centralized palnning ), yang berakibat struktur sosial masyarakat pedesaan mengalami desintregration dan differensiation.
·         Perusakan Lingkungan ( Environmental destruction )
            Perusakan lingkungan dikarenakan penyelenggaraan pembangunan yang tidak berkelanjutan ( Unsustainable development ) dan tidak ramah lingkungan ( Environmentally unfriendly ) juga berakhir pada proses pemiskinan, seperti halnya erosi lahan karena penggunaannya yang melewati daya dukungnya. Erosi tersebut bisa sampai pada saat tingkat desertization ( menjadi padang pasir ) sampai pada penghuninya mengalami kelaparan karena tidak dapat ditanami dan hilan produktivitasnya. Jika penggundulan tanah pun maka akan berakibat pada rusaknya ekosistem yang berarti juga hilangnya sumber penghidupandari masyarakat yang hidupnya bergantung pada keberadaan ekosistem tersebut.
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan :
·         Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari orang miskin tersebut.
·         Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga
·         Penyebab sub-budaya ( “subcultural” ), yang mengubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar
·         Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, ternasuk perang, pemerintah, dan ekonomi
·         Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan meruoakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat ( negara terkaya per kapita di dunia ) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin ; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.


2.5 INDIKATOR-INDIKATOR KEMISKINAN

            Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri seacara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut, Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika ( BPS ), Antara lain sebagai berikut :
1.      Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup dasar ( sandang, pangan, dan papan ).
2.      Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya ( kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi ).
3.      Tidak adanya jaminan masa depan ( karena tiadanya inventasi untuk pendidikan dan keluarga ).
4.      Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5.      Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang terbatasnya sumber daya alam.
6.      Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.      Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8.      Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.      Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial ( anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok margina dan terpencil ).

2.6 TANTANGAN KEMISKINAN DI INDONESIA

            Masalah kemiskinan di indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia ( SDM ). Dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam ( SDA ). Sebagaimana yang ditunjukan oleh rendahnya Indeks pembangunan Masyarakat ( IPM ) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692%. Yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand diantara negara-negara ASEAN. Sementara Indeks Kemiskinan Manusia ( IKM ) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178% masih lebih tinggi dari negara fillipina dan Thailand. Selain itu kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN laiinnya.
            Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif tinggi dibanding dengan perkotaan. Data susenas ( National Socisl Ekonomi Survey ) 2004 menunjukan bahwa sekitar 69,0 % penduduk indonesia termasuk penduduk miskinsebagian besar bekerja disektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap wanita dan anak, serta masih rendahnya angka pebangunan gender ( Gender Empowerment Measurement, GEM ).
            Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. Dimana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran serta pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan kemiskinan pada skala nasional dalam hal ini juga dapat mengentaskan kemiskian di Kota Semarang terutama pada pendekatan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi perlu di garis bawahi bawasannya ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala nasional.
            Ada  tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di  Indonesia. Pertama, banyak  rumah  tangga   yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong  (miskin dari segi pendapatan) dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan  manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia :
  1. Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional
            sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional.            Hampir 42 persen dari seluruh rakyat
2.    Kemiskinan  dari  segi  non-pendapatan  adalah masalah  yang  lebih  serius            dibandingkan  dari kemiskinan dari segi pendapatan. Bidang-bidang khusus yang         patut diwaspadai adalah:
·    Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di  Indonesia,  dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun- tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.
·    Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama, angka kematian ibu di Indonesia adalah 307 (untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia hanya sekitar 72 persen persalinan dibantu oleh bidan terlatih.
·    Lemahnya  hasil  pendidikan. Angka melanjutkan  dari  sekolah  dasar  ke  sekolah menengah masih  rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin, hanya 55 persen yang lulus SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama.
·    Rendahnya akses  terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin.   Untuk kuintil paling  rendah, hanya 48 persen yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan, 78 persen.
·    Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting.  Delapan puluh persen  penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk  Indonesia yang  terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa.
3.      Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah            merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan          antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 persen dari       orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap          pelayanan infrastruktur dasar hanya sekitar 50 persen masyarakat miskin di pedesaan         mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80 persen bagi        masyarakat miskin di perkotaan.  Tetapi yang penting, dengan melintasi kepulauan     Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong           kemiskinan di dalam daerah itu sendiri.

Berikut adalah permasalahan yang terjadi di Kota Semarang tentang pengentasan kemiskinan sebagai berikut :

KEADAAN PENDUDUK MISKIN KOTA SEMARANG

TAHUN
JUMLAH PENDUDUK
JML PENDUDUK MISKIN
% PENDUDUK MISKIN
2005
1.419.734
246.604
17.00
2006
1.433.669
488.116
34.00
2007
1.451.107
488.116
33.6
2008
1.471.699
544.000
36.9
2009
1.602.222
544.000
33.9
2010
1.710.966
398.009
26.4
Sumber : Bapeda Kota Semarang
Dari data Keadaan Penduduk Miskin Di Kota Semarang kita dapat melihat angka Kemiskinan yang semakin tahun bertambah dan belum maksimalnya program yang dilaksanakan pemerintah membuat angka kemiskinan kian menjadi di Kota Semarang, Salah satu isu pokok yang menjadi permasalahn serius pemrintah Kota Semarang adalah sebagai berikut :
Ø  Terbatasnya kesempatan kerja / Berusaha.
Ø  Terbatasnya akses terhadap faktor produksi.
Ø  Kurangnya akses terhadap pendidikan.
Ø  Kurangnya akses terhadap biaya kesehatan.
Ø  Lemahnya penyelenggaraan perlindunagn sosial.
Ø  Budaya.
Ø  Rendahnya akses terhadap sarana / prasaran lingkungan.

BAB III
METODE PENULISAN

A.    Objek Penulisan
            Objek penulisan dalam karya tulis ini adalah pengertian dean permasalahan utama akibat kemiskinan, aspek kebijaksanaannya dan upaya penyelesaiannya yang telah dilakukan oleh pemerintah.
B.     Dasar Pemilihan Objek
            Pemilihan objek penulisan ini adalah karena kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan yang sangat kompleks. Selain itu kemiskinan juga menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Sebagai Warga Negara Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan tidak hanya bertumpu pada pemerintah saja namun juga dituntut untuk mempunyai kualitas Sumber daya Manusia yang unggul dan mampu mandiri.
C.    Metode Pengumpulan Data
             Dalam pembuatan karya tulis ini, Metode yang digunakan kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini yaitu masalah pengentasan kemiskinan di indonesia pada umumnya dan di Kota seamarang pada khususnya, seabagai refrensi juga diperoleh dari media informasi baik dari situs web internet yang membahas mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan.

BAB IV
ANALISIS PERMASALAHAN

             Kemiskinan merupakan suatu penyakit sosial ekonomi yang sampai saat ini masih menghantui masyarakat dalam hal ini Pemerintah Kota Semarang yang dengan segala programnya baik dari GERDU KEMPLING hingga bantuan dari pihak terkait dengan menggalakan tribina, yaitu bina orang, bina lingkungan, bina usaha sampai saat ini belum begitu maksimal sehingga pemerintah Kota Semarang seharusnya mentargetkan tiap tahunny angka kemiskinan dapat menurun 2 % atau bahkan lebih mengingat akan lebih tepat sasaran, jelas dan terukur.Untuk mengentasikan kemiskinan di Kota  Seamarang seharusnya mendapatkan respon positf dari kalangan berbagai dinas yang terkait atau perbankan yang ada di Kota seamarang atau bahkan dari masing-masing Perguruan Tinggi.
             Penanggulan kemiskinan merupakan dan pengangguran merupakan program yang harus ditangani bersama-sama karena ini merupakan landasan untuk membangun program berikutnya dan ini tidak dapat diatasi sendiri oleh pemerintah dan pihak terkait. Persoalan kemiskinan tidak saja dipecahkan secara konsep, Tetapi perlu langkah nyata. Kepedulian kalangan perbankan yang merespons program ini merupakan kepedulian sekaligus sebagai bentuk kewajiban sosial kepada masyrakat miskin. Dengan demikian program ini dapat diketahui oleh pihak donor secara tranparan, Sehingga mudah untuk monitoring maupun supervisi.

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

   Berdasarkan kajian yang diperoleh maka dapat disimpulkan dalam kajian ini sesuai dengan tujuan penulisan karya tulis ini sebagai berikut :
Ø  Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah semata, Melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah serta pihak terkait dengan masyarakat. Ktika terjalin kerja sama yang signifikan baik dari pemerintah, Non pemerintah dan semua lini masyarakat.
            Dalam menghadapi kemiskinan di Kota Semarang di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, Inovatif, dan eksploratif. Selain itu, Juga perlu membuka lebih peluang kerja untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat di Kota Seamarang yang unggul untuk lebih eksploratif. Persoalan kemiskinan tidak saja dipecahkan secara konsep, Tetapi perlu langkah nyata. Kepedulian kalangan perbankan serta kalangan baik dari pihak swasta, pelaku usaha, Perguruan Tinggi, LSM dan Masyarkat  yang merespons program ini merupakan kepedulian sekaligus sebagai bentuk kewajiban sosial kepada masyrakat miskin.

DAFTAR PUSTAKA

Lewis, Oscar :  Kisah Lima Keluarga;  1988. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
Keputusan Walikota Semarang Nomor 410/370 tahun 2010 tentang Penetapan Warga Miskin Kota Semarang Tahun 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar