Penyusun : Andrew Thel Aviv.A
Abstrak
Perbedaan karakteristik wilayah mempengaruhi
perbedaan karakteristik kemiskinan, sehingga selanjutnya perlu direspon oleh
kebijakan penanganan kemiskinan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat miskin pada masing-masing wilayah.
Berbagai program pengentasan kemiskinan telah dilakukan namun dalam perkembangannya, tingkat
kemiskinan di Kota Semarang masih cenderung meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik kemiskinan dan respon kebijakan penanganan kemiskinan perkotaan dalam
perkembangan Kota Semarang. Kemudian dapat diketahui kesesuaian respon kebijakan tersebut terhadap
karakteristik kemiskinan yang terjadi.
Berdasarkan hasil analisis, dapat
disimpulkan bahwa respon kebijakan penanganan kemiskinan di Kota Semarang belum sesuai dengan
karakteristik kemiskinan yang terjadi pada masing-masing wilayah. Hal ini ditunjukkan tidak semua
karakteristik kemiskinan yang terjadi di Kota Semarang sudah direspon oleh kebijakan penanganan kemiskinan.
Lebih lanjut, karakteristik kemiskinan yang digambarkan oleh keterbatasan pendidikan dan
keterampilan belum banyak direspon oleh kebijakan penanganan kemiskinan yang dibutuhkan. Respon
kebijakan penanganan kemiskinan yang paling dibutuhkan oleh penduduk miskin di Kota
Semarang adalah pemberdayaan untuk kemandirian dan keberlanjutan ekonomi bagi mereka. Namun,
secara garis besar program yang dilakukan oleh pemerintah Kota Semarang belum
begitu maksimal penanganannya.
Kata
kunci : kemiskinan, karakteristik, respon kebijakan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kemiskinan sesungguhnya telah
menjadi masalah dunia sejak berabad-abad lalu, Namun realitasnya hingga kini
kemiskinan masih menjadi bagian dari permasalahan terberat dan paling krusial di dunia ini.
Teknologi boleh semakin maju dan berkembang hingga negara-negara yang
merdekapun semakin banyak, dan negara-negara kaya boleh saja semakin menjadi
kaya dan kian bertambah. Namun sejalan dengan itu jumlah orang miskin belum
mampu dan tak kunjung berkurang, Sampai saat inipun kemiskinan telah
bertransformasi menjadi wajah teror yang masih menghantui setiap negara di
dunia, terkhusus adalah pemerintah Kota Semarang yang sampai saat ini masih
mencari solusi untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Tingginya angka kemiskinan Kota
Semarang sejumlah 111.558 KK, 395.009 jiwa atau 26,41 % ( Keputusan walikota
Semarang Nomor 410/370 tahun 2010 tentang Penetapan Warga Miskin Kota Semarang
Tahun 2010 ) dari data tersebut maka hal ini menjadi perhatian penting
terkhusus bagi Pemerintah Kota Semarang.
Kemiskinan merupakan permasalahan
kompleks yang perlu diatasi dengan melibatkan peran serta banyak pihak,
termasuk kalangan baik dari pihak swasta, pelaku usaha, Perguruan Tinggi, LSM
dan Masyarkat. Dari sekian banyak program pengentasan kemiskinan, kukan dilpendekatan
sosial enterpreneurship yang bertumpu pada semangat kewirausahaan untuk tujuan
perubahan sosial diharapkan mampu setidaknya mengurangi angka kemiskinan
per-tahunnya. Untuk itu juga perlu pengembangan strategi dan kebijakan
penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan tepat guna sesuai dengan
kebutuhan, karakteristik, dan potensi warga miskin di Kota Semarang. Serta
harus ada upaya dari pemerintah mengenai penanganan terpadu dan berkelanjutan.
Program penanggulangan kemiskinan adalah
kegiatan yang dilakukan secara terpadu dan diharapkan sinergitas antara
pemerintah kota, Dunia usaha, Perguruan tinggi, dan Masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan warga miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat, serta pemberdayaan usaha ekonomi mikro dengan pendekatan sosial
secara kewirausahaan enterpreneurship dan diperlukan pula pengembangan strategi
penanganan kemiskinan sesuia dengan profil warga miskin.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut
di atas maka penulis mengangkat masalah tentang bagaimana kemiskinan di Kota
semarang yang belum tertangani hingga saat ini sudah banyak program telah
dilaksanakan termasuk salah satunya program
gerakan terpadu penanggulangan kemiskinan dibidang Kesehatan, Ekonomi ,
Pendidikan, Infrastruktur, Lingkungan, yang disebut Program gerdu Kempling oleh
Pemerintah maupun pihak yang terkait lainnya.
Berdasarkan presentase kemiskinan di
Kota Semarang berdasarkan keputusan Walikota Semarang Nomor 410/370 tahun 2010
Tentang Penetapan Warga Miskin kota Semarang Tahun 2010. Jumlah warga miskin di
Kota Semarang tahun 20101 ditetapkan sebesar 111.558 KK, 390.009 Jiwa, yang
tersebar di 16 Wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan, terdiri dari :
a) Penduduk
Rawan Miskin sejumlah 77.611 KK ( 277.385 jiwa )
b) Penduduk
Miskin sejumlah 33.890 KK ( 120.422 jiwa )
c) Penduduk
Sangat Miskin sejumlah 57 KK ( 202 jiwa )
Hal ini mencerminkan bahwa tingkat
keberhasilan dari program-program yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini
masih kurang maksimal secara menyeluruh meskipun itu telah mengurangi
presentase angka kemiskinan pertahun nantinya. Rumusan masalah tersebut adalah
sebagai berikut :
“Apa yang menjadi dasar dalam
pengentasan kemiskinan yang belum maksimal dicapai oleh Pemerintah dalam hal
ini Pemerintah Kota Semarang”.
1.3
TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun
yang menjadi tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah menjelaskan
bagaimana kemiskinan di Kota Semarang agar lebih memaksimalkan peran antara
pemerintah serta pihak instansi terkait baik dari Perguruan Tinggi Negeri,
Perguruan Tinggi swasta, Lembaga swadaya Masyarakat, Perbankan, BUMN, Tokoh
Masyarakat, dan Para Konglomerat / Pengusaha.
Sedangkan manfaat yang akan
dicapai adalah dapat menjadi solusi yang
tepat dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang khususnya dalam bidang
program pemerintah pada masa yang akan datang, tidak ada kata terlambat dalam
memerangi kemiskinan ini guna mencapai masyarakat yang sejahtera adil dan
makmur sesuai dengan amanah konstitusi negara Republik Indonesia.
Adapun gagasan dari penulis
menawarkan dalam menyusun sebuah program penanggulangan kemiskinan di Kota
Semarang sebaiknya terus menggandeng instansi baik swasta maupun negeri untuk
mengurangi kemiskinan di Kota Semarang dengan beberapa pihak terkait. Salah
satu programnya adalah bantuan ekonomi produktif bagi masyarakat miskin yang
terlebih dahulu mengikuti pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan oleh
dinas yang mempunyai keahlian dalam bidang tersebut agar dalam persaingan yang
global ini dapat bersaing secara kompetitif dengan pengusaha yang lain yang
telah lama memulai usaha. Hal ini tentunya tidak lepas dari minat dan potensi
masyrakat Kota Semarang, karena walaupun program tersebut dilaksanakan namun
semua kembali pada individu masing-masing dalam menjalankan program tersebut.
Karena keberhasilan dari sebuah program adalah terwujudnya masyarakat yang
sudah maju dan mandiri serta tidak bergantung lagi pada Pemerintah maupun pihak
yang terkait.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Makna Kebudayaan Kemiskinan
Istilah Kebudayaan Kemiskinan untuk
pertama kalinya dikemukakakn oleh seorang Antropolog Amerika, Oscar Lewis dalam
Suparlan (1984). Kebudayaan dalam pengertian Oscar Lewis mencakup apa yang
diyakini ( nilai-nilai ), respons dalam tindakan ( sikap ), dan
abstraksi-abstraksi dari kelakuan ( pola-pola kelakuan ). Tiga kategori ini
sebenarnya digolongkan sebagai/ dalam sebuah kategori budaya. Karena
masing-masing kategori tersebut dengan unsur-unsurnya terkategorisasi saecara
bertingkat-tingkat menurut ciri-cirinya.
Kebudayaan kemiskinan merupakan
suatu adaptasi atau penyesuaian dan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan
marginal mereka dalam masyarakat yang berstata kelas, sangat individualistis
berciri kapitalisme. Sehingga yang mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki
kebudayaan miskin adalah kelompok masyarakat yang berststa rendah, Mengalami
perubahan sosial yang drastis yang ditunjukan oleh ciri-ciri :
1.
Kurang
efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin kedalam lembaga-lembaga utama
masarakat, yang berakibat munculnya rasa ketakutan, kecurigan tinggi, apatis
dan perpecahan ;
2.
Pada
tingkat komunitas local secara fisik di temui
rumah- rumah dan pemukiman kumuh, penuh sesak, bergerombol, dan rendahnya
tingkat organisasi diluar keluarga inti dan keluarga luas;
3.
Pada
tingkat keluarga ditandai oleh masa kanak-kanak yang singkat
dan kurang pengasuhan oleh orang tua, cepat dewasa, atau perkawinan usia
dini, tingginya angka perpisahan keluarga, dan kecenderungan terbentuknya
keluarga matrilineal dan dominannya
peran sanak keluarga ibu pada anak-anaknya;
4.
Pada
tingkat individu dengan ciri yang menonjol adalah kuatnya perasaan tidak berharga,
tidak berdaya, ketergantungan yang tinggi dan rasa rendah diri;
5.
Tingginya
(rasa) tingkat kesengsaraan, karena beratnya penderitaan ibu,lemahnya struktur
pribadi, kurangnya kendali diri dan dorongan nafsu, kuatnya orientasi masa
kini, dan kekurang sabaran dalam hal menunda keinganan dan rencana masa depan, perasaan
pasrah/tidak berguna, tingginya anggapan terhadap keunggulan lelaki, dan berbagai
jenis penyakit kejiwaan lainnya;
6.
.
Kebudayaan kemiskinan juga membentuk orientasi yang sempit dari kelompoknya, mereka
hanya mengetahui kesulitan - kesulitan, kondisi setempat, lingkungan tetangga
dan cara hidup mereka sendiri saja, tidak adanya kesadaran kelas walau mereka sangat
sensitif terhadap perbedaan-perbedaan status;
Dengan
enam ciri diatas tersebut sebenarnya sudah dapat diidentifikasi kelompok
masyarakat mana yang termasuk dalam kategori masyarakat dengan kebudayaan
kemiskinan. Mungkin pula ciri-ciri tersebut memang lebih banyak dapat dilihat
pada ciri masyarakat perkotaan.
2.3
Mengukur Kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu
Kemiskinan absolut, Kemiskinan relatif, dan Kemiskinan Kultural. Kemiskinan
absolut mengacu pada satu set standart yang konsisten, tidak terpengaruh oleh
waktu dan tempat. Seseorang
termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah
garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan,
sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah
kemampuan masyarakat sekitarnya.
Sedang miskin kultural berkaitan
erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang
membantunya.
Meskipun
kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia berkembang, ada bukti tentang
kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini
menghadirkan kaum tuna wisma. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif
masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini
keseluruhan negara kadang-kadang diannggap miskin. Untuk menhindari hal
tersebut, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
2.4
Penyebab Kemiskinan
Menganalisa
faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah sesuatu yang komplek. Mulai dari
faktor sumberdaya manusianya, kondisi alam dan geografis, kondisi sosial
budaya, sampai hingga kepada sistem ekonomi dan politik yang meyebabkan timpang
atau tidak meratanya distribusi pendapatan. Kerapkali faktor-faktor tersebut
saling satu sama lain berinteraksi dan tumpang tindih. Faktor-faktor rendanhnya
mutu sunber manusia, Kondisi alam dan geografis, Serta kondisi sosial-budaya
berkaitan dengan tingkat keterbelakangan (
underdevelopment ) suatu masyarakat yang pada dasarnya dapat diperbaiki.
Namun ada pula faktor kondisi alam dan geografis yang tidak dapat lagi
tertanggulangi sehingga menyebabkan kemiskinan Absolut yang menetap sifatnya.
Tapi
banyak ahli yang meyakini bahwa faktor dominan penyebab kemiskinan adalah
ketidak-adilan ekonomi, sosial ataupun politik yang mengakibatkan apa yang
disebut Kemiskinan struktural (
Struktural Proverty ), baik pada tatanan negara maupun internasional.
Fenomena Kemiskinan Struktural dapat dijelaskan sebagai berikut salah satu
contohnya :
·
Bias
Kota ( Urban Bias )
Pada
banyak negara berkembang dianut faham modernisasi dalam pembangunannya. Salah
satu kelemahan faham modernisasi ini adalah tidak dapat dihindarkannya
perencananaan pembangunan yang terpusat (
centralized palnning ), yang berakibat struktur sosial masyarakat pedesaan
mengalami desintregration dan differensiation.
·
Perusakan
Lingkungan ( Environmental destruction )
Perusakan
lingkungan dikarenakan penyelenggaraan pembangunan yang tidak berkelanjutan ( Unsustainable development ) dan tidak
ramah lingkungan ( Environmentally
unfriendly ) juga berakhir pada proses pemiskinan, seperti halnya erosi
lahan karena penggunaannya yang melewati daya dukungnya. Erosi tersebut bisa
sampai pada saat tingkat desertization
( menjadi padang pasir ) sampai pada penghuninya mengalami kelaparan karena
tidak dapat ditanami dan hilan produktivitasnya. Jika penggundulan tanah pun
maka akan berakibat pada rusaknya ekosistem yang berarti juga hilangnya sumber
penghidupandari masyarakat yang hidupnya bergantung pada keberadaan ekosistem
tersebut.
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan :
·
Penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari orang miskin tersebut.
·
Penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga
·
Penyebab
sub-budaya ( “subcultural” ), yang
mengubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau
dijalankan dalam lingkungan sekitar
·
Penyebab
agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, ternasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi
·
Penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan meruoakan hasil dari
struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran
adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat ( negara terkaya
per kapita di dunia ) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan
sebagai pekerja miskin ; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan
publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
2.5 INDIKATOR-INDIKATOR KEMISKINAN
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi
kita untuk menelusuri seacara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut,
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat
Statistika ( BPS ), Antara lain sebagai berikut :
1.
Ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan hidup dasar ( sandang, pangan, dan papan ).
2.
Tidak
adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya ( kesehatan, pendidikan,
sanitasi, air bersih dan transportasi ).
3.
Tidak
adanya jaminan masa depan ( karena tiadanya inventasi untuk pendidikan dan
keluarga ).
4.
Kerentanan
terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5.
Rendahnya
kualitas sumber daya manusia yang terbatasnya sumber daya alam.
6.
Kurangnya
apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.
Tidak
adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8.
Ketidakmampuan
untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.
Ketidakmampuan
dan ketidaktergantungan sosial ( anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan
rumah tangga, janda miskin, kelompok margina dan terpencil ).
2.6
TANTANGAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Masalah
kemiskinan di indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat
Sumber Daya Manusia ( SDM ). Dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan
masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam ( SDA ). Sebagaimana
yang ditunjukan oleh rendahnya Indeks pembangunan Masyarakat ( IPM ) Indonesia
pada tahun 2002 sebesar 0,692%. Yang masih menempati peringkat lebih rendah
dari Malaysia dan Thailand diantara negara-negara ASEAN. Sementara Indeks
Kemiskinan Manusia ( IKM ) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178% masih
lebih tinggi dari negara fillipina dan Thailand. Selain itu kesenjangan gender
di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN laiinnya.
Tantangan
lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di
pedesaan relatif tinggi dibanding dengan perkotaan. Data susenas ( National Socisl Ekonomi Survey ) 2004
menunjukan bahwa sekitar 69,0 % penduduk indonesia termasuk penduduk miskinsebagian
besar bekerja disektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat
memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukan oleh
rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan
terhadap wanita dan anak, serta masih rendahnya angka pebangunan gender (
Gender Empowerment Measurement, GEM ).
Tantangan
selanjutnya adalah otonomi daerah. Dimana hal ini mempunyai peran yang sangat
signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab
ketika meningkatnya peran serta pemerintah daerah dalam penanggulangan
kemiskinan maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita
akan bisa mengentaskan kemiskinan pada skala nasional dalam hal ini juga dapat
mengentaskan kemiskian di Kota Semarang terutama pada pendekatan pelayanan
dasar bagi masyarakat. Akan tetapi perlu di garis bawahi bawasannya ketika
pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini
sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta
bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala nasional.
Ada tiga ciri yang menonjol
dari kemiskinan di Indonesia. Pertama,
banyak rumah tangga
yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, sehingga banyak
penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap
kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak
menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak
tergolong (miskin dari segi pendapatan)
dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap
pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan
beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar
dari kemiskinan di Indonesia :
- Banyak penduduk Indonesia
rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional
sejumlah besar penduduk yang hidup
sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat
2.
Kemiskinan dari
segi non-pendapatan adalah masalah yang
lebih serius dibandingkan dari kemiskinan dari segi pendapatan.
Bidang-bidang khusus yang patut
diwaspadai adalah:
· Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat
pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita
gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam
tahun- tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.
· Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan yang sama, angka kematian ibu di Indonesia adalah 307
(untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam
kali lebih besar dari Cina dan Malaysia hanya sekitar 72 persen persalinan
dibantu oleh bidan terlatih.
· Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari
sekolah dasar ke
sekolah menengah masih rendah,
khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada
kuintil termiskin, hanya 55 persen yang lulus SMP, sedangkan angka untuk
kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama.
· Rendahnya akses terhadap
air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya 48 persen yang memiliki akses
air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan, 78 persen.
· Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen
penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik,
sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran
berpipa.
3.
Perbedaan antar daerah yang
besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan
dengan adanya perbedaan antara
daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 persen dari orang miskin di Indonesia yang juga
seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan
infrastruktur dasar hanya sekitar 50 persen masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih,
dibandingkan dengan 80 persen bagi masyarakat
miskin di perkotaan. Tetapi yang
penting, dengan melintasi kepulauan Indonesia
yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri.
Berikut adalah
permasalahan yang terjadi di Kota Semarang tentang pengentasan kemiskinan
sebagai berikut :
KEADAAN PENDUDUK MISKIN KOTA SEMARANG
TAHUN
|
JUMLAH PENDUDUK
|
JML PENDUDUK MISKIN
|
% PENDUDUK MISKIN
|
2005
|
1.419.734
|
246.604
|
17.00
|
2006
|
1.433.669
|
488.116
|
34.00
|
2007
|
1.451.107
|
488.116
|
33.6
|
2008
|
1.471.699
|
544.000
|
36.9
|
2009
|
1.602.222
|
544.000
|
33.9
|
2010
|
1.710.966
|
398.009
|
26.4
|
Sumber : Bapeda Kota Semarang
Dari data Keadaan Penduduk Miskin Di Kota
Semarang kita dapat melihat angka Kemiskinan yang semakin tahun bertambah dan
belum maksimalnya program yang dilaksanakan pemerintah membuat angka kemiskinan
kian menjadi di Kota Semarang, Salah satu isu pokok yang menjadi permasalahn
serius pemrintah Kota Semarang adalah sebagai berikut :
Ø Terbatasnya kesempatan kerja / Berusaha.
Ø Terbatasnya akses terhadap faktor produksi.
Ø Kurangnya akses terhadap pendidikan.
Ø Kurangnya akses terhadap biaya kesehatan.
Ø Lemahnya penyelenggaraan perlindunagn sosial.
Ø Budaya.
Ø Rendahnya akses terhadap sarana / prasaran
lingkungan.
BAB
III
METODE
PENULISAN
A. Objek
Penulisan
Objek
penulisan dalam karya tulis ini adalah pengertian dean permasalahan utama
akibat kemiskinan, aspek kebijaksanaannya dan upaya penyelesaiannya yang telah
dilakukan oleh pemerintah.
B. Dasar
Pemilihan Objek
Pemilihan objek penulisan ini adalah karena kemiskinan
merupakan permasalahan kemanusiaan yang sangat kompleks. Selain itu kemiskinan
juga menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Sebagai Warga Negara
Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan tidak hanya bertumpu pada pemerintah
saja namun juga dituntut untuk mempunyai kualitas Sumber daya Manusia yang
unggul dan mampu mandiri.
C. Metode
Pengumpulan Data
Dalam pembuatan karya tulis ini, Metode yang
digunakan kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan
permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini yaitu masalah pengentasan
kemiskinan di indonesia pada umumnya dan di Kota seamarang pada khususnya,
seabagai refrensi juga diperoleh dari media informasi baik dari situs web
internet yang membahas mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan.
BAB IV
ANALISIS PERMASALAHAN
Kemiskinan merupakan
suatu penyakit sosial ekonomi yang sampai saat ini masih menghantui masyarakat
dalam hal ini Pemerintah Kota Semarang yang dengan segala programnya baik dari
GERDU KEMPLING hingga bantuan dari pihak terkait dengan menggalakan tribina,
yaitu bina orang, bina lingkungan, bina usaha sampai saat ini belum begitu
maksimal sehingga pemerintah Kota Semarang seharusnya mentargetkan tiap tahunny
angka kemiskinan dapat menurun 2 % atau bahkan lebih mengingat akan lebih tepat
sasaran, jelas dan terukur.Untuk mengentasikan kemiskinan di Kota Seamarang seharusnya mendapatkan respon
positf dari kalangan berbagai dinas yang terkait atau perbankan yang ada di
Kota seamarang atau bahkan dari masing-masing Perguruan Tinggi.
Penanggulan kemiskinan
merupakan dan pengangguran merupakan program yang harus ditangani bersama-sama
karena ini merupakan landasan untuk membangun program berikutnya dan ini tidak
dapat diatasi sendiri oleh pemerintah dan pihak terkait. Persoalan kemiskinan
tidak saja dipecahkan secara konsep, Tetapi perlu langkah nyata. Kepedulian
kalangan perbankan yang merespons program ini merupakan kepedulian sekaligus
sebagai bentuk kewajiban sosial kepada masyrakat miskin. Dengan demikian
program ini dapat diketahui oleh pihak donor secara tranparan, Sehingga mudah
untuk monitoring maupun supervisi.
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan kajian yang diperoleh maka dapat disimpulkan dalam kajian
ini sesuai dengan tujuan penulisan karya tulis ini sebagai berikut :
Ø Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula
dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang
alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun semakin banyak. Pengentasan
masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah semata, Melainkan
masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan
tanggung jawab bersama pemerintah serta pihak terkait dengan masyarakat. Ktika
terjalin kerja sama yang signifikan baik dari pemerintah, Non pemerintah dan
semua lini masyarakat.
Dalam menghadapi kemiskinan
di Kota Semarang di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif,
Inovatif, dan eksploratif. Selain itu, Juga perlu membuka lebih peluang kerja
untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat di Kota Seamarang yang unggul untuk
lebih eksploratif. Persoalan kemiskinan tidak saja dipecahkan secara konsep,
Tetapi perlu langkah nyata. Kepedulian kalangan perbankan
serta kalangan baik dari pihak swasta, pelaku usaha, Perguruan Tinggi, LSM dan
Masyarkat yang merespons program ini merupakan kepedulian
sekaligus sebagai bentuk kewajiban sosial kepada masyrakat miskin.
DAFTAR
PUSTAKA
Lewis, Oscar :
Kisah Lima Keluarga; 1988. Jakarta.
Yayasan Obor Indonesia.
Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi.
Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
Keputusan Walikota Semarang Nomor
410/370 tahun 2010 tentang Penetapan
Warga Miskin Kota Semarang Tahun 2010