Powered By Blogger

Rabu, 08 Januari 2014

Keterbukaan Informasi Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang, baik dalam rangka mengembangkan kualitas pribadi maupun dalam rangka menjalani kehidupan sosialnya. Setiap orang dalam kualitas dan latar belakang apapun membutuhkan informasi sesuai kadarnya. Pada masyarakat tradisional sekalipun, kebutuhan atas informasi tetap ada dan harus dipenuhi. Informasi itu bisa diperoleh lewat tatap muka dengan orang lain, bisa juga melalui berbagai macam sarana yang tersedia.
 Pada masyarakat modern, kebutuhan atas informasi semakin banyak dan semakin urgen. Informasi menjadi kebutuhan dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan personal dan sosial. Perkembangan teknologi komunikasi turut mendorong perkembangan informasi. Setiap detik, informasi terus menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat akibat perkembangan teknologi komunikasi. Setiap hari kita disuguhi informasi dari belahan dunia yang berbeda nyaris pada saat bersamaan. Batas-batas antar negara seolah menjadi hilang (borderless world) akibat pesatnya perkembangan informasi. Tidak ada satu pun negara yang bisa secara mutlak menghambat pesatnya laju arus informasi.
Informasi hadir menyapa kita setiap saat, baik melalui media massa cetak dan elektronik. Informasi menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang mereka butuhkan sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai warga negara. Tetapi, pemahaman tentang hakekat informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia masih belum merata. Masih banyak anggota masyarakat yang belum menyadari tentang hak-hak mereka dalam memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan kenegaraan. Masih banyak pula anggota masyarakat yang tidak menyadari hak mereka atas informasi yang tidak muncul di media komunikasi dan pengumuman resmi pemerintah.
Di negara-negara demokratis, pengakuan terhadap hak atas informasi sekaligus merupakan sarana untuk memantau dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan yang demokratis akan berusaha semaksimal mungkin membuka ruang informasi yang dibutuhkan publik. Itu sebabnya, di negara demokratis konstitusional, keterbukaan informasi publik merupakan sarana untuk mengoptimalkan penyelenggaraan negara secara umum, mengoptimalkan peran dan kinerja badan-badan publik, serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Pemerintahan yang terbuka berisi badan-badan publik yang terbuka kepada masyarakat dalam rangka pelayanan. Dengan membuka akses publik terhadap informasi diharapkan semua badan publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat dengan sebaik-baiknya. Keterbukaan informasi bukan hanya menguntungkan masyarakat, tetapi juga bagi penyelenggara pemerintahan, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif, dan yudikatif. Jika informasi publik tersedia dengan cukup, maka pimpinan lembaga penyelenggara pemerintahan dalam arti luas bisa memanfaatkan pengawasaan dari masyarakat untuk meningkatkan kinerja dan gerak organisasi.
Negara di bentuk oleh masyarakat yang karenanya masyarakat merupakan pemilik negara, hal ini sewajarnya negara melayani masyarakat. Sebagai abdi masyarakat, apa yang dilakukan negara harus sepengetahuan masyarakat. Agar masyarakat mengetahui aktifitas negara, maka informasi atau keterbukaan informasi merupakan landasan hak dasar yang tak bisa terbantahkan yang harus disiapkan oleh lembaga negara, yaitu dengan menyediakan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat, dengan hal tersebut berarti negara menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, karena hak dasar atau yang sering kita sebut hak asasi manusia dimana untuk mendapatkan informasi yang di inginkan dapat terpenuhi.
Beranjak dari pengertian diatas apa yang akan dilakukan oleh pemerintah maka akan diketahui masyarakat, baik atau buruknya pemerintah mengelola negara akan segera direspon oleh masyarakat. Dengan adanya keterbukaan informasi, dimana seluruh proses pemerintahan akan berjalan secara transparan dan dapat diikuti oleh masyarakat, mau tidak mau maka pemerintah akan menjalankan alur pemerintahannya dengan berjalan pada semangat keterbukaan informasi (baca : Good Governance). Dengan hal demikian akan tercipta pemerintahan yang baik, dimana good governance harus mampu menciptakan pemerintahan yang solid, yang bertanggung jawab, mempunyai semangat tinggi menjunjung demokrasi, efektif dan efisien dalam bekerja, berdisiplin mengenai anggaran, mencegah terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang serta mampu menjadi fasilitator yang baik bagi masyarakatnya. Apabila hal ini dapat dilakukan dngan baik dan benar oleh pemerintah maka respon dari masyarakat akan menjadi positif dan ini menjadi sinyal yang positif bagi pemerintah dimana masyarakat akan percaya akan kinerja penyelenggara negara yang mampu meresponsive terhadap tututan masyarakat, dan amanah dalam pelaksanaan kinerjanya.
Sejalan dengan apa yang sudah dijelaskan diatas dimana Good governance dapat berjalan atas Pengundangan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan momentum penting dalam mendorong keterbukaan informasi di Republik Indonesia. Kurang lebih delapan tahun sebelum Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik diundangkan tanggal 30 april 2008. Bagi masyarakat, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik merupakan bentuk pengakuan hak masyarakat atas informasi dan bagaimana hak tersebut harus dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Sedangkan bagi pemerintah maupun badan publik lainnya, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik merupakan pedoman hukum untuk memenuhi dan melindungi hak atas informasi masyarakat. Pedoman hukum tersebut untuk menghindari terjadinya pelanggaran hak masyarakat atas informasi sekaligus jaminan agar keterbukaan tidak merugikan kepentingan setiap orang dan kepentingan negara yang dilindungi oleh hukum.
Akses terhadap informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi konstitusi. Pada perubahan kedua UUD 1945 Pasal 28 F dinyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Jaminan Hak Asasi dalam undang-undang dasar merupakan mandat kepada pemerintah untuk menjabarkannya lebih lanjut dalam berbagai perundang-undangan agar pelaksanaannya menjadi operatif.
            Majelis Permusyawaratan Rakyat mengangkat norma Pasal 28 F UUD 1945 dari rumusan Pasal 14 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Rumusan tersebut dimuat dalam dua ayat, yaitu;
1)      Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
2)      Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Berikut adalah gambaran di mana masyarakat atau setiap orang berhak akan untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan baik untuk lingkungan sosialnya, maka masyarakat dalam hal ini sebagai pribadi sosial berhak mendapatkan keterbukaan informasi dari lembaga penyelenggara pemerintahan sebagai aspek hak asasi.
Sebagai undang-undang yang tidak hanya sekedar mengatur hak atas informasi, melainkan juga mengatur tentang hak akses terhadap informasi tersebut, UU KIP mengandung beberapa pokok pikiran berikut (Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (EdisiPertama). Jakarta: Komisi Informasi Pusat dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL),2009.:

1.      Setiap Badan Publik wajib menjamin keterbukaan informasi publik
Salah satu permasalahan mendasar penyelenggaraan pemerintahan masa lalu adalah rendahnya tingkat keterbukaan, dan partisipasi, serta akuntanbilitas. Pada era ini jaminan hukum akan keterbukaan informasi diharapkan dapat mempertegas kewajiban badan publik dalam pemenuhan hak atas informasi sebagai implikasi dari jaminan pengakuan hak masyarakat terhadap informasi.

2.      Setiap Informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik
Konsep negara demokrasi memandang bahwa penyelenggaraan pemerintahan merupakan amanat rakyat. Oleh karena itu, segala informasi yang dihasilkan dan mengenai penyelenggaraan pemerintah tersebut merupakan milik rakyat sebagai pemberi mandat. Dengan demikian sudah selayaknya jika informasi tentang kegiatan yang didanai dengan dana publik menjadi informasi milik publik pula. Inilah yang menjadi dasar bagi asas bahwa informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses. Dengan demikian prinsip bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses merupakan prinsip utama. Sedangkan kerahasiaan/informasi yang dirahasaikan adalah merupakan pembatasan atau pengecualian dari prinsip tersebut yang harus dilakukan secara ketat dan terbatas.


3.      Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas, dan tidak mutlak / tidak permanen.
3.Meskipun pada dasarnya informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses, namun dalam praktek tidak semua informasi dapat dibuka. Ada informasi tertentu yang apabila dibuka dapat menimbulkan kerugian atau bahaya bagi kepentingan publik maupun kepentingan yang sah dilindungi oleh UU. Namun prinsipnya, pengecualian informasi publik tersebut haruslah untuk melindungi kepentingan publik itu sendiri. Untuk itu, UU ini memperkenalkan uji konsekuensi bahaya (consequential harm test) dan uji kepentingan publik (balancing public interest test). Uji konsekuensi bahaya mewajibkan agar badan publik dalam menetapkan informasi yang dikecualikan mendasarkan pada pertimbangan bahwa apabila informasi tersebut dibuka, maka akan menimbulkan kerugian atau bahaya bagi kepentingan publik maupun kepentingan yang dilindungi oleh hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 19. Sedangkan uji kepentingan publik mewajibkan agar badan publik membuka informasi yang dikecualikan jika kepentingan publik yang lebih besar menghendaki atau sebaliknya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (4).

4.      Setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
4.Badan publik harus menjamin akses setiap orang terhadap informasi publik sedemikian rupa secara cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan dengan cara sederhana. Penjabaran dari prinsip ini kemudian diatur lebih lanjut pada kewajiban badan publik untuk menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi serta pengembangan sistem penyediaan layanan informasi sesuai dengan asas tersebut (lihat Pasal 13 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik).

5.      Informasi publik bersifat proaktif
Prinsip bahwa informasi bersifat proaktif menunjukkan bahwa badan publiklah yang seharusnya secara proaktif menyampaikan informasi, khususnya mengenai informasi dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik mengatur tentang informasi aktif dimana informasi publik tertentu harus disampaikan kepada publik tanpa menunggu adanya permintaan. Informasi seperti ini diklasifikasikan pada Pasal 9 mengenai informasi dasar yang wajib diumumkan secara berkala, misalnya informasi tentang kegiatan badan publik dan Pasal 10 mengenai informasi yang harus disampaikan serta-merta tanpa adanya penundaan karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum, misalnya informasi tentang bencana. Sedangkan Pasal 11 mengatur mengenai informasi yang wajib disediakan apabila ada permintaan, misalnya dokumen pendukung pengambilan kebijakan dan perjanjian badan publik dengan pihak ketiga.

6.      Informasi publik harus bersifat utuh, akurat, dan dapat dipercaya.
6.Melekat dalam hak atas informasi tentunya adalah informasi yang utuh, akurat dan dapat dipercaya (reliable). Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik menerjemahkan prinsip ini ke dalam ketentuan tentang:
a)      Kewajiban membuat sistem pengelolaan informasi dan dokumentasi (Pasa13).
b)      Kewajiban membuat sistem layanan informasi dan mekanisme memperoleh informasi (Pasal 13, Pasal 21, dan Pasal 22)
c)      Mekanisme keberatan dan penyelesaian sengketa baik ditingkat badan publik, komisi informasi maupun pengadilan. Mekanisme keberatan ditingkat badan publik diatur pada Pasal 35 dan Pasal 36. Penyelesaian sengketa di tingkat komisi informasi diatur pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 46. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui gugatan ke pengadilan diatur dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 50.
d)     Ancaman sanksi bagi penghancuran informasi maupun pembuatan informasi yang tidak benar (untrue/false information) atau menyesatkan (misleading). Ketentuan ini dapat ditemukan dalam Pasal 53 dan Pasal 55.

7.      Penyelesaian sengketa secara cepat, murah, kompeten, dan independen
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik membagi penyelesaian sengketa dalam tingkat badan publik melalui pengajuan keberatan, di tingkat komisi informasi melalui mediasi dan ajudikasi, serta di tingkat pengadilan melalui pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara. Mahkamah Agung RI tetap dipilih oleh perumus Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik sebagai lembaga terakhir bagi seluruh penyelesaian sengekta informasi tersebut. Pengaturan tentang pengajuan keberatan, jangka waktu, dan pemberian tanggapan atas keberatan oleh badan publik diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36. Hukum acara penyelesaian sengketa di tingkat komisi informasi diatur pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 46. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui gugatan ke pengadilan dan kasasi ke Mahlamah Agung diatur dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 50.

8.      Ancaman pidana bagi penghambat informasi
Sanksi pidana merupakan salah satu perangkat untuk menimbulkan efek jera (deterrent effect) bagi pelanggar ketentuan UU KIP. Namun demikian penggunaan sanksi pidana harus dilakukan secara selektif mengingat efektifitas suatu aturan tidak dapat hanya mengandalkan pendekatan ancaman pidana semata yang berimplikasi pada pengurangan kemerdekaan seseorang. Ancaman sanksi pidana dalam UU KIP ditekankan kepada penghambat informasi, yaitu: a) mereka yang secara sengaja menghancurkan informasi (Pasal 53); b) mereka yang secara sengaja membuat informasi ang tidak benar (Pasal 55); dan c) pejabat publik yang tidak menjalankan kewajibannya dalam rangka keterbukaan informasi (Pasal 52).
UU KIP juga mengatur tentang ancaman pidana bagi penyalahgunaan informasi dan pembocoran informasi rahasia. Terkait dengan pembahasan kedua ketentuan tersebut, pada saat pembahasan terdapat masukan dari Koalisi untuk Kebebasan Informasi agar ketentuan tersebut tidak perlu diatur dalam UU KIP karena sudah banyak diatur dalam ketentuan undang-undang lainnya, misal KUHP, UU Rahasia Dagang, dll. Untuk itu penerapan ancaman pidana ini harus dilakukakan secara hati-hati oleh penegak hukum dengan memperhatikan ketentuan pidana yang telah diatur dalam Undang-undang lain tersebut. Ancaman bagi penyalahgunaan informasi diatur dalam pasal 51, sedangkan ancaman bagi pembocor informasi rahasia diatur dalam Pasal 54.

KESIMPULAN

Dari apa yang telah dijabarkan pada penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bawasannya negara di bentuk oleh masyarakat yang karenanya masyarakat merupakan pemilik negara, hal ini sewajarnya negara melayani masyarakat. Sebagai abdi masyarakat, apa yang dilakukan negara harus sepengetahuan masyarakat. Agar masyarakat mengetahui aktifitas negara, maka informasi atau keterbukaan informasi merupakan landasan hak dasar yang tak bisa terbantahkan yang harus disiapkan oleh lembaga negara, yaitu dengan menyediakan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat, dengan hal tersebut berarti negara menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, karena hak dasar atau yang sering kita sebut hak asasi manusia dimana untuk mendapatkan informasi yang di inginkan dapat terpenuhi. Maka dengan di Undangkannya Undang-Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, segala hal baik penyelengaraan pemerintahan negara dapat kita lihat dengan transparan tanpa adanya kerahasiaan dari aparatur negara, sehingga masyarakat dapat mengkontrol dan merupakan sarana untuk memantau serta mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan yang demokratis akan berusaha semaksimal mungkin membuka ruang informasi yang dibutuhkan publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar